INFO-SULTRA.COM | KONAWE SELATAN — Pihak pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) PT. Fahri Pratama Energi (FPE) di Desa Ngapawali, Kecamatan Kolono Timur, Kabupaten Konawe Selatan, membantah dengan tegas tuduhan adanya praktik penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan penjualan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) seperti diberitakan salah satu media daring beberapa waktu lalu.
Manajemen SPBUN FPE menegaskan seluruh kegiatan operasional perusahaan berjalan sesuai dengan aturan pemerintah dan diawasi secara berjenjang oleh Pertamina, Dinas Perikanan, serta Pemerintah Daerah.
“Kami menegaskan tidak pernah melakukan penjualan BBM bersubsidi di atas harga yang ditetapkan pemerintah. Semua transaksi tercatat resmi dan dapat diaudit kapan pun,” ujar Wahyudin, S.Sos, Owner SPBUN PT. FPE, dalam wawancara di lokasi, Rabu (22/10/2025).
Menurut Wahyudin, harga solar subsidi di SPBUN FPE mengikuti ketentuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan HET sebesar Rp6.800 per liter. Tuduhan bahwa pihaknya menjual hingga Rp10.000 per liter dinilai tidak berdasar dan cenderung menyesatkan.
“Angka itu hanya klaim sepihak. Kami siap membuka bukti transaksi, laporan stok, dan data digital barcode kepada siapa pun, termasuk aparat penegak hukum,” ujarnya.
Ia menjelaskan, seluruh penyaluran BBM di SPBUN ini menggunakan sistem digital berbasis barcode untuk memastikan transparansi. Setiap nelayan wajib membawa surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Konawe Selatan sebelum dapat dilayani.
“Setiap transaksi dipindai melalui barcode agar tercatat secara akurat. Tidak ada penyaluran di luar daftar penerima resmi,” tegas Wahyudin.
Ia juga mengungkapkan bahwa pengawasan rutin dilakukan oleh Dinas Perikanan, Pertamina, serta Aparat Penegak Hukum (APH). Bahkan, pihak Polda Sultra pernah melakukan pemeriksaan pada Januari lalu dan tidak menemukan pelanggaran. “Semua dinyatakan sesuai prosedur dan tidak ada indikasi penyimpangan,” tambahnya.
Sementara itu, Kapospol Kolono Timur Aipda Mustama yang turut memantau aktivitas di wilayah tersebut membenarkan bahwa SPBUN FPE selalu beroperasi dalam pengawasan.
“Kami rutin memantau aktivitas di SPBUN ini. Selama ini belum ada temuan yang menunjukkan pelanggaran atau penjualan di atas HET. Semua nelayan yang membeli membawa dokumen lengkap,” kata Aipda Mustama.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Himpunan Nelayan Desa Ngapawali, Benyamin, yang menilai SPBUN FPE justru membantu nelayan dalam mendapatkan bahan bakar dengan harga sesuai ketentuan.
“Kami sebagai nelayan merasa terbantu dengan adanya SPBUN ini. Harganya jelas Rp6.800, sesuai HET. Tidak pernah kami beli di atas itu,” ujar Benyamin.
Empat nelayan lainnya juga menegaskan hal serupa. Suharjono, nelayan setempat, mengatakan, “Kami beli solar pakai surat rekomendasi. Semua dilayani tertib, tidak ada permainan harga.”
Syarifuddin, nelayan Desa Ngapawali, menambahkan, “Kalau tidak bawa rekomendasi, memang tidak dilayani. Jadi tidak benar kalau SPBUN jual bebas.”
Untung, nelayan lainnya, menyebut, “Harga yang kami bayar tetap sama seperti di mesin, tidak pernah lebih dari Rp6.800.”
Sementara Nur Said, Penyuluh PPL Perikanan, juga membantah isu yang beredar, “Kalau betul ada jual di atas HET, pasti kami yang pertama tahu. Tapi kenyataannya tidak pernah,” ujar Nur Said.
Lebih lanjut, Nur Said menjelaskan bahwa pihaknya secara rutin melakukan pendampingan dan pemantauan langsung terhadap distribusi BBM bersubsidi di lapangan. Menurutnya, sistem penyaluran SPBUN FPE selama ini berjalan tertib dan sesuai mekanisme yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
“Kami turun langsung melihat proses penyaluran. Semua nelayan penerima bantuan sudah terdaftar dan memiliki rekomendasi resmi. Jadi tidak mungkin ada permainan harga atau penyaluran di luar data,” tambahnya.
Ia juga menilai bahwa keberadaan SPBUN FPE justru mempermudah akses nelayan dalam memperoleh BBM bersubsidi tanpa harus menempuh jarak jauh ke SPBU umum. “Dengan adanya SPBUN ini, nelayan bisa beroperasi lancar dan tidak kesulitan bahan bakar. Ini sangat membantu produktivitas mereka,” katanya
Sementara itu, Sekretaris Desa Ngapawali, Adril, menegaskan bahwa pemerintah desa mendukung penuh penyaluran BBM bersubsidi agar tepat sasaran.
“Kami terus berkoordinasi dengan pihak SPBUN dan Dinas Perikanan agar distribusi berjalan baik. Setiap nelayan penerima bantuan tercatat dalam daftar resmi,” kata Ragil.
Pihak SPBUN FPE menilai pemberitaan tanpa verifikasi yang menyebut adanya pelanggaran merupakan bentuk disinformasi yang mencemarkan nama baik perusahaan.
“Kami menghormati pengawasan publik, tapi berita yang tidak berdasar justru merugikan. Kami terbuka untuk audit kapan saja,” ujar Wahyudin.
Lebih lanjut, pihak manajemen menegaskan akan menempuh langkah hukum atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik perusahaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Kami tidak akan tinggal diam. Kami sedang menyiapkan langkah hukum terhadap pihak-pihak yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong yang mencoreng nama baik perusahaan dan menimbulkan keresahan masyarakat,” tegas Wahyudin.
Ia menambahkan, SPBUN FPE berkomitmen untuk terus menjaga transparansi, melayani nelayan secara adil, dan memastikan distribusi BBM bersubsidi tetap tepat sasaran, transparan, dan sesuai regulasi pemerintah.
Laporan: Redaksi
