Berita

Hasto: Kapitalisme Lahan dan Tambang Ilegal Biang Kerusakan Lingkungan

3

INFO-SULTRA.COM, YOGYAKARTA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menyerukan gerakan tanggap bencana yang tidak berhenti pada aksi sosial, tetapi dilandasi kontemplasi mendalam tentang kerusakan ekologis nasional. Ia menegaskan, bencana yang beruntun bukan sekadar fenomena alam, melainkan tanda ketidakseimbangan besar akibat kesalahan manusia dalam mengelola bumi.

Berbicara dalam Konferda DPD PDIP DIY, Sabtu (6/12/2025), Hasto menyebut banjir di Aceh, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat sebagai alarm keras. “Dalam perspektif kebatinan Yogyakarta, terlihat jelas alam raya sedang tak seimbang. Seperti dalam dunia pewayangan: ini Goro-Goro republik akibat ulah kita merusak alam,” ujarnya.

Hasto menegaskan bahwa akar politik lingkungan PDIP bersumber dari ajaran Bung Karno dan Megawati Soekarnoputri mengenai merawat kehidupan. Bung Karno pernah menolak pemberian konsesi besar kepada korporasi, sementara Megawati—selama memimpin partai dan menjadi Presiden—konsisten menahan ekspansi sawit dan mendorong budaya menanam pohon.

Ia mencontohkan kebiasaan pribadi Megawati: tidak membuang biji-bijian buah yang ia makan, melainkan mengumpulkannya untuk ditanam. “Ibu Mega itu bisa punya kebun penuh tanaman hanya dari biji salak, mangga, klengkeng, durian yang ia kumpulkan sendiri. Setiap biji adalah kehidupan, begitu katanya,” ujar Hasto.

Kebiasaan itu bahkan menyentuh hal kecil. Teh sisa, ampas kopi, hingga kulit kacang tidak dibuang—melainkan dikembalikan ke tanah sebagai unsur hara. “Ini bukan hal remeh. Ini filosofi,” tegasnya.

Nilai tersebut, kata Hasto, berakar pada ajaran Tattwam Asi—hubungan alam dan manusia yang setara dan saling merawat. “Setiap pohon punya jiwa,” katanya.

Hasto tidak menahan kritik terhadap sistem ekonomi-politik yang menurutnya menjadi biang kerok kerusakan lingkungan. Ia menyinggung kapitalisasi kekuasaan yang menyebabkan konversi hutan besar-besaran menjadi kebun sawit.

Menurutnya, kerusakan lingkungan makin parah karena tidak ada keadilan dalam penguasaan lahan, lemahnya penegakan hukum atas tambang ilegal, hingga pembalakan liar yang dibiarkan.

“Bencana terjadi karena ketiadaan keadilan. Karena eksklusivitas penguasaan lahan tanpa redistribusi aset, padahal itu amanat Bung Karno,” ujarnya.

Untuk menegaskan pesan tersebut, Hasto membacakan pantun keadilan:

“Yogyakarta kota budaya,

Mahakarya Indonesia Raya.

PDI Perjuangan berjiwa kesatria,

Tegakkan keadilan untuk semua.”

Menurutnya, “justice for all” harus berlaku dalam tata kelola partai, hubungan antarkader, hingga kebijakan hukum negara.

Sebagai langkah konkret, Hasto menginstruksikan seluruh kader DIY untuk

Terjun membersihkan Kali Code dan Kali Winongo dalam rangka HUT PDIP. “Ia juga menekankan agar tradisi Megawati mengumpulkan botol plastik bekas untuk dijadikan media tanam (nursery) dijalankan di seluruh struktur partai.

“Tugas turun ke bawah itu sederhana: lihat botol plastik, kumpulkan, jadikan wadah media tanam. Ini tradisi Ibu Mega,” katanya.

Gerakan solidaritas juga diperkuat dengan penggalangan dana untuk membantu warga yang terdampak bencana di berbagai daerah.

 

Laporan: Redaksi